Hetalia: Axis Powers - Taiwan

Senin, 16 Oktober 2017

Sepatah Pagi

Dan lagi,
aku terjebak pada ilusi,
terpikat tokoh fiksi yang ku cipta sendiri,
terjerembab dalam mimpi yang tak kunjung pagi.

Dan lagi,
senjaku padam,
pada hari yang kian malam,
terselip ocehan pada senyum masam,
apakah aku kembali muram?

Malamku usai terbitlah pagi,
ketika mimpi tak lagi ilusi,
kau datang beri nyata yang riang,
tentang cinta kau mencipta ruang.

Pagiku riang menjelang siang,
tentang kamu yang berbisik lantang,
berbisik tentang kamu dan sayang,
sayangnya, aku lagi lagi terjebak dalam sayang yang jalang.

Lalu jingga menghampiri lagi,
hangatmu masih terasa seperti pagi,
senjaku datang denganmu yang masih lantang,
yang masih berbisik tentang kamu dan sayang.

Malamku kian romantis,
denganmu yang tersenyum manis,
menghangatkan dingin yang kian mengikis,
ah, sadis.

Waktu mulai menunjukkan pukul 00:00,
semakin larut kau menusuk rusuk,
semakin aku merasa takluk,
pada hadirmu yang terlalu masuk.

Aku terdiam,
Kau menikam,
ah, sayang,
ternyata aku hanya pemimpi yang malang.


-LK-

Jumat, 10 Maret 2017

Dalam Ridho-Nya dan Restu Ibumu.

Bukan mudah untuk bangkit dan meng"utuh"kan kembali kepingan perasaan yang telah hancur berkali-kali. Kembali meyakinkan diri bahwa aku sanggup untuk berdiri lagi, bertegar lagi. "Bukankan berpasrah pada ketetapan-Nya itu mudah?"

Kepatahan berkali-kali tak pernah membuatku jera dengan kejatuhan rasa pada orang yang berbeda, menurutku ketika Allah telah menemukanku dengan seseorang yg lainnya pasti ada tujuan yang terbaik. Bukan salah, karna aku selalu meminta untuk diberikan yang terbaik dalam hidup. "Bukankah menerima takdir yang telah ditetapkan-Nya itu mudah?"

Salahku adalah; menjatuhkan hati pada orang yang belum tepat. Berkali-kali ku merasa patah, berkali-kali pula aku mengamuk pada ketetapan takdirku, hatiku sempat berkecamuk. Bukan jarang aku merasa tak adil pada hidupku, sering aku mengeluh pada-Nya "oh, ya Allah yang maha adil. Mengapa engkau tak memberiku sedikit saja rasa dicintai oleh orang yang aku cintai?"

Lalu, aku sedikit mendapat jawaban atas pertanyaanku. Ternyata Allah menjauhkanku dari seseorang yang memang tidak baik untukku, dan membiarkanku patah karna mungkin Allah tak ingin menjatuhkanku ke orang yang tak pernah mengingatkanku pada-Nya.

Lagi, memang aku merasa telah jauh jatuh ke dalam rasa cinta yang berlebih kepada ciptaan-Nya, sedang dengan-Nya aku semakin jauh. Sungguh Allah berbaik padaku untuk menjauhkanku dengan orang yang telah menjauhkanku dengan-Nya. "Ketetapan Allah adalah yang terbaik, bukan?"

Tak pernah bosan aku meminta, sungguh aku malu dengan-Nya. Ketika sudah patah berkeping seperti ini, ketika sudah merasa kecewa, ketika sudah merasa "sakit", baru lah aku meminta pada-Nya. Sedang kemarin, ketika aku sedang cinta-cintanya pada seseorang, aku melalaikan perintah-Nya. Aku malu ya Allah.

Lalu, aku mendapat jawaban lagi atas semua doa yang ku panjatkan. Aku menemukan seseorang (lagi). Kesekian kali aku bertemu seseorang yang membuatku berdebar, sungguh kali ini aku takkan lupa pada-Nya. "Bukankah masa lalu adalah pelajaran yang terbaik?"

Tak pernah aku berhenti untuk menyebut namamu dalam setiap doa yang ku panjatkan pada-Nya, meminta ridho-Nya agar rasa kita diridhoi. Meminta agar rasa ini tak berlebih melibihi rasa kecintaanku pada penciptaku, oh ya Allah. Bukan aku berpikir negatif padamu, segala kemungkinan akan terjadi. Apabila nanti kau meninggalkanku tiba-tiba, aku tak lagi merasa hancur karna semua telah ku pasrahkan pada-Nya sejak awal aku memiliki rasa padamu.

Tugasku sekarang adalah; memanjatkan segala doa tentangmu dan tentang kebaikan kita, agar selalu di jalan yang diridhoi-Nya. Meyakinkan hati Ibumu agar aku yang disemogakan menjadi menantu idaman. "Berpasrah adalah jalan yang terbaik"

Apakah nanti kita akan berjodoh atau tidak, itu ketetapan-Nya. Aku hanya meyakinkanmu saja bahwa sekarang aku sedang berusaha meyakini bahwa kau adalah ketetapanku. Mungkin aku terlalu berharap, tapi tak salah kan? Ya namanya juga usaha. hehe.

Sungguh Ridho-Nya dan restu Ibumu lah yang akan menuntunku menjadi ketetapanmu yang telah ditakdirkan-Nya. Entah nanti kita akan berjodoh atau sekedar teman baik, aku selalu berpasrah, mencoba ikhlas atas segala keputusan-Nya. Sungguh pilihan Allah tak akan pernah salah untuk hamba-Nya.

Dalam Ridho-Nya dan Restu Ibumu, Aku berpasrah.

Lutfi Kuntari.
10 Maret 2017.
Dalam segala rasa untuk menemui takdirku; Kamu (disemogakan).

Minggu, 20 November 2016

Goodbye, Sir.

Selasa, 15 November 2016. 23:32 WIB

Lihatlah luka ini yang sakitnya abadi. yang terbalut hangatnya bekas pelukmu. aku tak akan lupa, tak akan pernah bisa, tentang apa yang harus memisahkan kita

Pernah saya berharap pada seorang lelaki, sudah saya ceritakan sebelumnya, Muri Tegara.

Tepat tengah malam saya menulis ini, tepat pada malam dimana saya, perasaan saya, pikiran saya, berhenti memiliki seluruhnya tentangnya.

Entah, sudah berapa lama saya berharap. Entah sudah berapa lama saya membiarkan hati saya tertarik dan terulur oleh satu lelaki.

Hati saya tangguh, otak saya kuat, namun sayangnya saya bodoh. Menutup telinga untuk siapa saja yang menyuruh saya berhenti memikirkan segala tentangnya, menutup telinga untuk siapa saja yang menyuruh saya untuk tak lagi berharap padanya.

Pada titik ini saya benar benar berhenti, segala tentangnya, segala rasa penasaran saya padanya, semuanya.

Harapku, semoga ia bahagia dengan pilihannya. Dengan segala kelebihan, dengan segala yang membuatnya kagum.

Saya tahu diri, bahwa bukan saya pilihannya. Bahwa saya terlalu jauh dari ekspektasinya.

Terimakasih karna pernah meninggalkan rasa bahagia, walau sementara.

Kamis, 27 Oktober 2016

Saya Wanita

Saya berhenti.

Berharap pada suatu yang tak pasti.
Bergantung pada suatu yang tak kokoh.

Saya; penikmat kopi dan susu pada pagi hari.

Saya pernah bercerita tentang dia. Lelaki yang itu. Lelaki permen karet itu.

Saya pernah berjanji bahwa saya yang akan segera tak mengenal dia.
Saya yang telah berkata bahwa sebentar lagi saya akan melupakan semuanya.
Saya pula yang mengingkarinya.

Jujur, saya lelah. Lelah dengan kepura-puraan saya untuk lebih tegar dan kuat.
Lelah dengan kepura-puraan bahwa saya sudah lupa tentangnya.
Lelah dengan kepura-puraan bahwa saya merelakan dia untuk pergi.

Bahwa ia yang memang membuat hati saya berdebar sampai detik ini.
Sakit yang saya rasa tak pernah dihimbau olehnya.
Kecewa yang saya rasa tak pernah terlintas di benaknya.

Sungguh, Tuan. Sakit, perih. Sungguh, ia memang pandai menggores luka.

Saya adalah wanita yang merasa bahwa dia lah yang menusuk paling perih.

Bagaimana tidak?

Ketika saya berjuang, ia pergi.
Ketika saya sudah mulai sayang, ia hilang.
Ketika saya mulai lelah dan tak ingin mengejar, ia datang lalu dengan bodohnya saya menjamu.

Ia datang dengan dekapan hangat, cuaca kali itu memang dingin. Ia pulang dengan peluk, saya yang menggigil bisa apa? Menolak? Mustahil.

Saya adalah wanita yang mungkin fakir dekapan. Ketika ia mendekap, saya menerima.

Ini adalah saya, seorang wanita 20 tahun.
Pernah berjuang dan berlari untuk dia namun terabaikan.

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya menyerah. Saya berhenti berharap.

Terimakasih.
Dengan segala hormat

LK-

Senin, 01 Agustus 2016

Pecandu Rindu.

Pada senja kali ini...
Ah, senja? Haha, lelucon. Sore ini hujan!

Entah, sudah berapa bulir air yang jatuh pada senja kali ini, yang jelas sangat deras.
Hujanku kali ini tak diiringi air mata, untuk apa air mata? sedang hujan saja sudah membasahi kelopak mataku.

Hahaha, sudah berapa kali aku membuat tulisan iblis seperti ini. Cinta, rindu, hujan, senja, air mata, kamu. Entah kamu yang mana. sudah berapa lelaki yang ku tulis di blog ini? hmm, masa bodoh. perduli setan.

Lelaki kali ini manis, seperti ucapannya dulu ketika baru kenal. Sekarang? Haha, pahit! Kau ini lelaki atau permen karet? Manis di awal, pahit di akhir.

Mungkin, kau tak akan pernah tau seberapa aku terpesona pada tatapmu dan senyummu, tutur katamu dan sikapmu. Yang kau tau, aku hanyalah perempuan receh yang mudah didekati lalu kau kecup. sudah itu saja, tak lebih.

Kamu, lelaki rasa permen karet. sudahlah, lupakan. Kau tak perlu menghindar lagi, karna aku tau caranya melupakanmu secara perlahan. Tak perlu lagi kau seperti tak kenal, karna sebentar lagi aku yang akan tak kenal kau. Sudah cukup rasa dagdigdugder padamu, mungkin sekarang jantungku masih berdegup kencang melihatmu, bahkan hanya namamu. tapi suatu saat nanti, ada masanya jantungku berdetak normal saat melihat kau senyum. Tenanglah, tuan. Semuanya akan berjalan seiring waktu, kau tak usah risau, tak usah risih, karna aku tau diri.

Selamat bahagia, Tuan.
Bahagiamu menyertaiku.

Senin, 1 Agustus 2016

Dengan segala hormat,
Aku, penikmat rindu.
LK

Kamis, 26 Mei 2016

Masih Teruntuk Kau, Rizky Aditya Algiffari.

Tak pernah lagi terdengar suara alunan mu yang dulu sering kau lantunkan. Kemana kau? Sehat kah? Rindu aku kah? Atau mungkin sudah lupa kah? Haha konyol.

tik tok tik tok....

Beberapa lama lagi kau akan seperti ini? Seperti menghilang padahal ada. Seperti tenggelam padahal ada. Aku rindu kau yang dulu.

Kau: Sahabat dunia maya. Rizky Aditya Algiffari.

Sahabat? Apa pantas disebut sahabat? Saling sayang? Tentu! Apa perlu bertatap mata untuk merasakan sayang? Hmm, sepertinya tidak. Kenapa aku percaya? Sepertinya kau meyakinkan. Ceritamu, sedikit tak masuk akal tapi tetap saja aku percaya. Ini aku yang bodoh atau kau yang pandai bermain cerita? Ah! Peduli setan!

Leukimia, penyakit apa itu? Kenapa berani menyerangmu? Punya masalah apa kau dengan Leukimia? Ah, iblis! Penyakit pengganggu hidupmu. Iyakan, Ki?

Masih teruntuk kamu, Rizky Aditya Algiffari.

Aku tak pernah peduli kau mau berbohong ataupun jujur tentang ceritamu 2 tahun lebih itu. Yang jelas, aku tau kau seseorang yang membuatku nyaman.

Sekarang, kau berada di ICU. Ingatlah, Ki. Hidupmu sebentar lagi tak lagi abu abu, sesaat lagi kau akan tau berwarna apa hidupmu, hitamkah atau putih. Yang jelas, Tuhan tau apa yang terbaik untuk kau.

Kalau kau mau pergi, tolonglah beri aku kesempatan untuk menatap mata sayu sendu mu sebentar saja. Pamit lah, Ki kalau memang kau ingin pergi.

Kalau kau ingin di sini, melihat anakmu tumbuh menjadi remaja yang cantik dan tampan, tolong lah bertahan kalahkan leukimia itu. Lihatlah pertumbuhan anakmu.

Tolong, kuat lah melawan. Aku tau kau kuat. Tapi kalau memang kau tak sanggup, sudahlah kau pamit. Aku hanya perlu melihat langsung senyum dan tangismu, di depan mataku. Lalu biar ku peluk tubuh lemahmu itu!

Komplikasi itu memang sialan, meminta paksa tubuhmu. Tapi percayalah, Ki. Bahwa Tuhan tak akan pernah salah memberi keputusan. Kau akan pergi atau kau akan tinggal, itu rahasia Tuhan.

Kau: Sahabat dunia maya, Lekaslah bangkit. Mari bercerita seperti dulu, seperti kau yang tak pernah sakit.



With love -LK-

Selasa, 22 Desember 2015

22 Desember.

22 Desember. Semua orang mengucapkan ucapan yang sama; selamat hari ibu, Ibu.

Tepat hari ini, tanggal 22 Desember.
Semua orang sibuk mengucapkan ucapan "selamat hari ibu, i love you" sambil memberikan setangkai bunga mawar. Ah romantis. Sedang aku? Sibuk memikirkan bagaimana caranya agar air matamu tak akan pernah jatuh lagi, Bu.

Semua orang sibuk memberikan kejutan istimewa, berharap sang Ibu akan terharu bahagia. Sedang aku? Sibuk menggores hatimu, memberikan luka disetiap detik yang kau punya, Bu.

Semua orang sibuk memposting foto berdua dengan ibunya, berharap semua orang tau bahwa Ia sangat mencintainya. Sedang aku? Aku tengah sibuk mengusap air mataku sendiri. Karna bagiku, aku tak pantas melakukannya.

Semua orang sibuk melakukan semua pekerjaan rumah yang biasanya dikerjakan Ibunya, membiarkan Ibunya beristirahat walau sehari. Sedang aku? Masih tetap saja berdiam diri seolah hari ini seperti hari biasanya. Aku berusaha tak peduli perayaan hari Ibu yang orang-orang diluar sana rayakan.

Hari ini, tepat tanggal 22 Desember. Seharusnya hari para Ibu untuk beristirahat dan leyeh-leyeh di rumah. Hari yang seharusnya Ibu merasakan bagaimana rasa sayang anak-anaknya.

Tapi maaf, bu. Aku bukan seperti anak-anak di luar sana yang dengan mudah mengucapkan "aku sayang ibu" "Ibu, i love you" atau "selamat hari Ibu" aku hanya seorang anak yang terlalu gengsi mengucapkan semuanya, mengungkapkan rasa bahwa aku memang menyayangimu, Bu.

Bagiku, aku tak pantas 'tuk sekedar mengatakan "aku menyayangimu, bu" karna memang pada kenyataannya aku terlalu banyak menggores hatimu, aku terlalu banyak menjatuhkan air matamu, aku terlalu banyak menyia-nyiakan waktu dan keringatmu. Aku sadar, bahwa sekedar ucapan takkan bisa menggantikan seluruh waktumu yang terbuang untuk membesarkan anak kurangajar sepertiku.

Aku hanya anak yang menyusahkan setiap harimu, terlalu banyak keringat dan air mata yang kau jatuhkan. Tak pantas rasanya ketika aku hanya mengucapkan ucapan fana itu. Karna pada dasarnya, aku terlalu cengeng. Hanya untuk mengatakan 3 kata singkat saja, butuh perjuangan yang besar untuk tidak menangis. Jadi, selama bertahun-tahun kau takkan pernah mendengar ucapan 3 kata singkat itu. Tapi percayalah, Bu. Akupun punya impian seperti anak anak yang lain, aku ingin membuatmu bangga dengan caraku sendiri. Mungkin sekarang, kau akan banyak mengeluarkan bulir air dari matamu. Tapi suatu saat nanti, aku yakin bahwa aku yang dapat menggoreskan senyuman bangga di wajahmu yang semakin menua.

Untuk Ibuku, terima kasih telah membesarkanku sampai sebesar ini. 19 tahun yang lalu, kau berjuang mati-matian untuk mengeluarkanku dari perutmu. Kau mengorbankan nyawamu hanya untuk anak kurangajar sepertiku. Hingga sekarang aku masih tetap menyusahkanmu. Semakin banyak gores keriput diwajahmu, semakin banyak ketakutan yang aku rasa. Aku takut tak sempat membuatmu bangga, aku takut malaikatku pergi sebelum aku menjadi orang yang berguna. Maaf, aku belum berani mengucapkan "selamat hari ibu" tapi percayalah, bu. Aku amat sangat mencintai dan menyayangimu.

Teruntuk, Ibu Kuswati. I love you.